Selasa, 31 Januari 2012

Basic Needs Strategy

Strategi basic needs muncul pada tahun 1970, melalui World Employment Program yang dicanangkan oleh ILO (International Labour Organization). Ide awal dari strategi basic needs adalah memprioritaskan peningkatan pemenuhan kebutuhan dasar dan jumlah orang bekerja. Program ini sejalan dengan program United Nation (UN) dan International Monetary Fund (IMF) yang saat itu juga sedang memprioritaskan peningkatan jumlah orang bekerja. Program ILO ini sudah merupakan pengembangan program yang disesuaikan dengan kebutuhan negara berkembang.
a.         Sejarah Strategi Basic Needs
Ide awal strategi Basic needs muncul pada pertengahan tahun 1970, dalam persiapan World Employment Conference. Strategi ini didasarkan pada literatur psikologi Albert Maslow, Psychological Review, “A Theory of Human Motivation” pada bulan Maret 1942, yang menyebutkan hierarki lima kebutuhan dasar, mulai dari kebutuhan psikis hingga kebutuhan aktualisasi diri. Pada tahun 1950an, konsep ‘minimum needs’ dikembangkan oleh Pitambar Pant (Indian Planning Commission). Namun hal ini tetap tidak bisa menjadikan strategi Basic needs sebagai pendekatan utama dalam pembangunan walaupun strategi ini telah memberikan konsep yang jelas mengenai penanggulangan kemiskinan.
Pada tahun 1970an, konsep ini secara tiba-tiba diaktualisasikan pada tiga lokasi berbeda, yaitu di Amerika Latin (Bariloche Project), Dag Hammarskjold Foundation “What Now?”, dan dalam ILO World Employment Program. Konsep ini menjelaskan bahwa program pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan jumlah orang bekerja tidak serta merta dapat mengurangi angka kemiskinan, namun juga harus diikuti dengan pemenuhan kebutuhan dasar tiap individu (sesuai dengan konsep Maslow).

b.        Implementasi Strategi Basic Needs

Strategi Basic needs diimplementasikan dengan terpenuhinya kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, pendidikan, perumahan, transportasi publik yang nyaman, termasuk juga peningkatan jumlah orang bekerja dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. Strategi ini muncul akibat ‘kekecewaan’ terhadap pertumbuhan ekonomi sebagai indikator pembangunan yang tidak juga dapat menyelesaikan permasalahan kemiskinan. Hal ini terbukti dengan tidak adanya hubungan yang jelas antara indikator-indikator pertumbuhan ekonomi dengan kurangnya pencapaian kebutuhan dasar sebagai ukuran kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu tujuan pembangunan yang dipercaya mampu mengatasi masalah kemiskinan ternyata hingga saat ini belum terbukti. Negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita tinggi tidak menjamin turunnya angka kemiskinan di negara tersebut. Seringkali yang terjadi, peningkatan pendapatan perkapita hanya dinikmati oleh segelintir orang. Peningkatan pendapatan pesat hanya terjadi pada sebagian kecil golongan tertentu, sedangkan sebagian besar masyarakat hanya tumbuh sekitar satu atau dua persen saja. Ketimpangan distribusi pendapatan inilah yang semakin memperburuk kemiskinan yang sudah terjadi, dimana yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin.
Bukti-bukti di atas mendorong timbulnya strategi baru untuk menanggulangi permasalahan kemiskinan. Kemiskinan seringkali didefinisikan sebagai kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, oleh karena itu strategi baru yang dimunculkan adalah dengan memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dasar. Dasar pemikirannya adalah, apabila seluruh masyarakat termasuk 20% penduduk termiskin sudah cukup makan, memiliki perumahan yang layak, memiliki jaminan kesehatan dan pendidikan yang tinggi, maka pengeluaran kebutuhan akan berkurang dan akan meningkatkan saving sebagai salah satu modal kesejahteraan. Penduduk yang sejahtera juga dapat memiliki dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi negara.
Penerapan strategi basic needs ini dianggap sebagai sebuah modifikasi perencanaan konvensional. Jika perencanaan konvensional lebih memprioritaskan pada pertumbuhan ekonomi, maka strategi basic needs lebih memprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan dasar. Strategi ini didukung karena dianggap dapat menyelamatkan penggunaan sumber daya yang berlebihan karena penggunaan sumber daya difokuskan untuk produksi kebutuhan dasar saja, sedangkan produksi kebutuhan non-kebutuhan dasar dapat ditekan. Namun, strategi ini bertentangan dengan keinginan pribadi produsen yang menginginkan produksi sebanyak-banyaknya dan mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya.
Kebutuhan implementasi strategi basic needs ini memerlukan perubahan menyeluruh dari berbagai aspek. Perubahan sistem pemerintahan menjadi lebih ter-desentralisasi dengan adanya inisiatif mandiri dari kelompok-kelompok masyarakat di tingkat lokal yang mengetahui kebutuhan spesifik dan cara pemenuhan kebutuhan tersebut. Pemerintah disini dibutuhkan untuk menjaga standar harga barang kebutuhan dasar agar tetap dapat diakses oleh masyarakat miskin. Selain itu, pengubahan sistem pemberian upah tenaga kerja berdasarkan work point bukan harian diperlukan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
c.         Perkembangan Strategi Basic Needs  Saat Ini

Strategi basic needs yang sudah ditemukan dan mulai diimplementasikan pada tahun 1970an ini dianggap memiliki daya tarik yang cukup untuk mengubah sistem pembangunan negara untuk penanggulangan kemiskinan. Namun hingga saat ini, strategi basic needs belum diterapkan oleh negara-negara di dunia. Apa yang terjadi?
Dasar-dasar strategi basic needs, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan jumlah orang bekerja dan sebagainya telah tersingkirkan oleh krisis ekonomi dunia pada tahun 1980an. Kebijakan-kebijakan basic needs tergantikan oleh kembalinya laissez-faire. Kebijakan ini dipandang mampu memulihkan perekonomian negara, karena ‘keajaiban pasar’ mampu mengembalikan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Konsep ini kemudian berkembang dengan konsep pembangunan tanpa pemerintah dan globalisasi tanpa adanya pemerintahan skala intenasional yang akrab disebut dengan ‘Washington Consenssus’.
Konsep dasar basic needs kembali hadir pada tahun 1990an pada pendekatan Human Development Report dimana manusia memiliki standar minimum yang perlu dipenuhi. Namun pendekatan ini masih belum sepenuhnya mengadopsi konsep basic needs karena kurang memperhatikan konsep makro-ekonominya.
Saat ini, untuk pola penanggulangan kemiskinan di Indonesia, strategi basic needs ini dapat dijadikan sebagai konsep dasarnya. Namun hendaknya pemerintah Indonesia perlu bersiap-siap dahulu karena strategi ini dianggap dapat ‘menggoyang’ kecenderungan pola pemerintahan Indonesia yang tersentralisasi.  Pola-pola pembangunan mandiri di tingkat lokal yang sudah mulai muncul akhir-akhir ini perlu didukung oleh pemerintah agar masyarakat tingkat lokal dapat secara aktif mengusahakan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasarnya sehingga konsep basic needs strategy ini mampu diimplementasikan secara baik di lapangan.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar